Minggu, 12 Oktober 2014

Women Biker Community : Page 1 of 3

Saat ini aku benar-benar bingung. Kalau aku diam saja, aku takut Mama menyangka, tuduhan tentang geng motor kami itu benar. Tapi kalau aku menentang Mama, aku takut dibilang anak durhaka....
Sabtu Siang di Base Camp WBC.
Meskipun siang ini matahari bersinar terik, di dalam base camp Women Biker Community, atau biasa kami sebut WBC, terasa begitu sejuk. Base camp WBC diapit oleh pohon mangga yang begitu rindang, makanya, walaupun nggak ada AC di dalamnya, base camp kami tetap sejuk.
“Vie, gimana? Pembicara untuk penyuluhan minggu depan, sudah dihubungi?” tanya Ria, di dalam rapat persiapan penyuluhan tentang bahaya narkoba dan seks bebas pada remaja, yang diadakan oleh geng kami.
“Tenang saja. Pembicara dari Dinas Kesehatan dan dari Kepolisian sudah dihubungi, kok. Mereka bersedia dan siap kapan saja memberikan penyuluhan. Soalnya mereka ngedukung banget acara seperti ini,” jawabku, meyakinkan.
“Sarah, bagaimana persiapan untuk konvoi sebelum penyuluhan?”
“Semua sudah siap. Pamflet penyuluhan yang akan disebarkan saat konfoi sudah selesai. Rute untuk konfoi juga sudah selesai di-copy. Tinggal dibagikan.”
“Bagaimana soal keamanannya?”
“Kalau soal keamanan, itu sih sudah beres. Waktu ke kepolisian untuk meminta mereka menjadi salah seorang pembicara, aku sekalian minta ijin untuk konvoi. Iya kan, Vie!” seru Lita.
“Kalau gitu, besok kita kumpul lagi di sini. Tepat jam delapan pagi. Dengan code dress, kebaya!”
Setelah Ria menyelesaikan kalimatnya, seketika saja suasana yang tadi hening berubah menjadi hiruk-pikuk. Karena anggota WBC yang sebagian besar tomboy, termasuk aku, protes keras atas keputusan Ria.
“Masa pakai kebaya, sih? Apa nggak ribet?” Sasa, mengajukan keberatannya.
“Kenapa nggak pakai jaket dan aksesori WBC?” tanya Indah, menimpali.
“Kalau nggak pakai kebaya, bagaimana? Nggak apa-apa, kan?” tanya Sisi, saudara kembar Sasa.
“Pakai kebaya saat konvoi sepertinya oke juga, deh!” seru Kayla, di tengah hiruk pikuk orang-orang yang protes.
“Huuu... enak apanya?!” seru anggota rapat yang lain, menanggapi kalimat yang Kayla lontarkan.
“Ribet tahu!” Sasa berkata semakin lantang.
“Tolong perhatikan semuanya!” Ria mencoba menengahi.
Mendengar Sang Ketua berteriak, suasana menjadi hening kembali. Tak ada seorang pun yang berkata-kata lagi. Semuanya mencoba untuk menyimak pembicaraan Ria.
“Konvoi saat ini dress code-nya memang sengaja kebaya. Dan mungkin pada konvoi  berikutnya pun, kita akan mengenakan kebaya.”
“Kenapa?” tanyaku, nggak mengerti.
“Karena selama ini aku ngerasa, kita belum pernah menunjukkan ciri khas kita sebagai wanita Indonesia. Kalau saat konvoi kita mengenakan jaket dan aksesori, seperti yang selama ini kita kenakan, apa bedanya WBC dengan geng motor yang lain?” ujar Ria menjelaskan.
“Iya juga, sih. Tapi tetap saja ribet. Iya, nggak Kak Sasa?” protes Sisi.
“Enggak, kok. Kalau kita bisa memodifikasinya, kita bisa tetap merasa nyaman walaupun lagi pakai kebaya. Misalnya nih, kebaya itu kita pakai dengan celana panjang motif batik, yang modelnya kita desain sedemikian rupa. Jadi akan tetap nyaman waktu mengendarai sepeda motor, karena itu memang celana panjang. Tapi saat kita berjalan, celana panjang itu terlihat seperti rok.”
“Atau kalau mau lebih modern, bisa kita padukan dengan jeans warna putih yang ada sulamannya,” timpa Kayla.
“Tumben lo, pinter!” Weni yang tadi diam, tiba-tiba saja komentar.
“Kayla kan memang cerdas.” Kayla memuji dirinya sendiri.
Sontak saja yang lain berseru, ”WUUU....” Bahkan, Serly sempat mengacak-acak rambut panjang Kayla sambil menyorakinya.
“Ria, aku nggak punya kebaya. Gimana, nih?” tanyaku, bingung.
“Di antara kalian, apa ada yang punya kebaya lebih? Kalau ada, bisa tolong pinjamkan pada temannya yang nggak punya kebaya?” pinta Ria.
“Aku punya, Vie. Pakai punyaku saja!” seru Dina.
“Oke deh. Pulang ini aku langsung ke rumah kamu, ya?”
“Iya, deh.”
Rapat yang berjalan sedikit alot itu pun akhirnya berakhir dengan baik. Para anggota rapat dapat menerima keputusan tersebut dengan kepala dingin dan lapang dada, setelah mendengar penjelasan dari Ria. Ya, secara, penjelasan itu memang masuk akal dan nggak mengada-ada. Dan kami pun akhirnya meninggalkan base camp, buat pulang ke rumah masing-masing.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar